Pengertian Peran Orang Tua

Peran Orang tua 

Peran Orang tua
 

Keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi anggotanya (Sri Lestari,2016:22). Menurut Berns (dalam Sri Lestari, 2016: 22), keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu : 

  1. Reproduksi. Keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada di dalam masyarakat. 
  2. Sosialisasi/edukasi. Keluarga menjadi sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih muda. 
  3. Penugasan peras sosial. Keluarga memberikan identitas pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender. 
  4. Dukungan ekonomi. Keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan, dan jaminan kehidupan. 
  5. Dukungan emosi/pemeliharaan. Keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial yang pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh, dan berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman pada anak.

Kekukuhan keluarga merupakan kualitas relasi di dalam keluarga yang memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan (well-being) keluarga (Sri Lestari, 2016: 24). Defrain dan Stinnett (dalam Sri Lestari, 2016: 24-26) mengidentifikasi enam karakteristik bagi keluarga yang kukuh, sebagai berikut: 

  1. Memiliki Komitmen. Dalam hal ini keberadaan setiap anggota keluarga diakui dan dihargai. Setiap anggota keluarga memiliki komitmen untuk saling membantu meraih keberhasilan, sehingga semangatnya adalah “satu untuk semua, semua untuk satu”. 
  2. Terdapat kesediaan untuk mengungkapkan apresiasi. Setiap orang menginginkan apa yang dilakukannya diakui dan dihargai, karena penghargaan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Ketahanan keluarga akan kukuh manakala ada kebiasaan mengungkapkan rasa terima kasih. Setiap anggota keluarga dapat melihat sisi baik dari anggota yang lainnya, dan selalu terbuka untuk mengakui kebaikan tersebut. Setiap ada keberhasilan dirayakan bersama. Dengan demikian komunikasi dalam keluarga bersifat positif, cenderung bernada memuji, dan menjadi kebiasaan. 
  3. Terdapat waktu untuk berkumpul bersama. Kuantitas interaksi orangtua-anak di masa kanak-kanak menjadi pondasi penting untuk membentuk hubungan yang berkualitas di masa perkembangan anak selanjutnya. 
  4. Mengembangkan spiritualitas. Bagi sebagian keluarga, komunitas keagamaan menjadi keluarga kedua yang menjadi sumber dukungan selain keluarganya. Ikatan spiritual memberikan arahan, tujuan, dan perspektif. Ibarat ungkapan, keluarga-keluarga yang sering berdoa bersama akan memiliki rasa kebersamaan. 
  5. Menyelesaikan konflik serta menghadapi tekanan dan krisis dengan efektif. Setiap keluarga pasti mengalami konflik, namun keluarga yang kukuh akan bersama-sama menghadapi masalah yang muncul bukannya bertahan untuk saling berhadapan sehingga masalah tidak terselesaikan. Konflik yang muncul diselesaikan dengan cara menghargai sudut pandang masing-masing terhadap permasalahan. Keluarga yang kukuh juga mengelola sumber dayanya secara bijaksana dan mempertimbangkan masa depan, sehingga tekanan dapat diminimalkan. Ketika keluarga ditimpa krisis, keluarga yang kukuh akan bersatu dan menghadapinya bersama-sama dengan saling memberi kekuatan dan dukungan.
  6.  Memiliki ritme. Keluarga yang kukuh memiliki rutinitas, kebiasaan, dan tradisi yang memberikan arahan, makna, dan struktur terhadap mengalirnya kehidupan sehari-hari. Mereka memiliki aturan, prinsip yang dijadikan pedoman. Ritme atau pola-pola dalam keluarga ini akan memantapkan dan memperjelas peran keluarga dan harapan-harapan yang dibangunnya. Selain itu, keluarga yang sehat terbuka terhadap perubahan, dengan belajar untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan di dalam keluarga. Dengan demikian, dimungkinkan munculnya kebiasaan-kebiasaan atau ritme baru sebagai bagian dari proses penyesuaian, karena masa lalu dan masa sekarang adalah bagian dari proses pertumbuhan.

Menurut Davis (dalam Ainin Amariana, 2012:9) keterlibatan orangtua adalah sebuah partisipasi mental yang disertai dengan kontribusi dan tanggung jawab. Bekker dan Denessen dalam skripsi Afiah Nuraeni (2016: 10) menyatakan peran orangtua merujuk pada perilaku orangtua yang berkenan dengan pendidikan anak yang merupakan manifestasi pendidikan anak dan sebagai bentuk tanggung jawab orangtua. Pengasuhan merupakan tanggung jawab utama orangtua, sehingga sungguh disayangkan bila pada masa kini masih ada orang yang menjalani peran orangtua tanpa kesadaran pengasuhan (Sri Lestari, 2016:37). Peran orangtua yang dijalankan berdasarkan kesadaran pengasuhan anak yaitu kesadaran bahwa pengasuhan anak merupakan sarana untuk mengoptimalkan potensi anak, mengarahkan anak pada pencapaian kesejahteraan, membantu anak menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya dalam setiap tahap kehidupannya dengan baik. Dengan memiliki kesadaran pengasuhan, maka orangtua menyadari dirinya merupakan agen yang pertama dan utama dalam membantu mengembangkan kemampuan anak bersosialisasi. Orangtua melatih anak agar mampu menghadapi dan beradaptasi dengan lingkungan (Sri Lestari, 2016: 39). Dukungan orangtua yang mencerminkan ketanggapan orangtua atas kebutuhan anak merupakan hal yang sangat penting bagi anak (Sri Lestari, 2016: 59). Elis, Thomas dan Rollins (dalam Sri Lestari, 2016: 59-60) mendefinisikan dukungan orangtua sebagai interaksi yang dikembangkan oleh orangtua yang dicirikan oleh perawatan, kehangatan, persetujuan, dan berbagai perasaan positif orangtua terhadap anak. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dukungan orangtua yang baik adalah yang berupa dukungan otonom (autonomy support) dan bukan dukungan direktif (directive support). Dalam dukungan otonom orangtua bertindak sebagai fasilitator bagi anak untuk menyelesaikan masalah, membuat pilhan dan menentukan nasib sendiri. Dalam dukungan direktif orangtua banyak memberikan instruksi, mengendalkan, dan cenderung mengambil alih. Wong (dalam Sri Lestari, 2016: 60), keterlibatan orangtua adalah suatu derajat yang ditunjukkan orangtua dalam hal ketertarikan, berpengetahuan dan kesediaan untuk berperan aktif dalam aktivitas anak sehari-hari. 

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orangtua adalah keterlibatan orangtua terhadap segala sesuatu yang menyangkut dalam kehidupan anak mulai dari aktivitas anak, sarana dan prasarana, kehadiran, sentuhan, pengasuhan maupun dukungan. 


Daftar Pustaka
Lestari, Sri. 2016. Psikologi Keluarga. Cetakan Ke-4. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.
Amariana, Ainin. 2012. Peran Orangtua dalam Perkembangan Literasi Anak Usia Dini. Riset Psikologi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuraeni, Afiah. 2016. Peran Orangtua dalam Pengembangan Literasi Dini Anak Kelompok B di Gugus 7 Mangunan Kecamatan Dlingo Bantul. Skripi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Pendidik Anak Usia Dini Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada tanggal 11 Juli 2019.


Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Penggunaan Delicious, Yummy, Dan Tasty Dalam Kalimat Bahasa Inggris

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN STUDENT CENTERED LEARNING (SCL) DAN TEACHER CENTERED LEARNING (TCL)

Pengertian Seni Aliran Dekoratif