Makalah IPS Model Pembelajaran
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Model pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh pendidik selama proses pembelajaran berlangsung. Setiap
model pembelajaran mengarahkan pendidik ke dalam mendesain pembelajaran dan
menggunakan strategi pembelajaran yang tepat untuk membantu peserta didik
belajar, sehingga kompetensi dan tujuan belajarnya tercapai. Model pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran akan menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas, sehingga tercapai kompetensi yang ditentukan.
Efektif tidaknya pendidik mengajar akan tergantung
pada bagaimana pendidik mampu melaksanakan aktivitas mengajar secara baik. Oleh
karena itu, pendidik dan tenaga kependidikan perlu memperkaya pemahamannya mengenai
model pembelajaran. Jadi model pembelajaran dirancang untuk membelajarkan
peserta didik dan memudahkan guru menggunakan strategi, metode, teknik,
pengajaran sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab pendidik.Model
pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif
mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan
otentik. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman
langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan
memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian,
peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang
dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Cara pengemasan
pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan
pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan
membentuk skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan
kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan
pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui
pembelajaran terpadu.
B. Rumusan masalah
1) Apa
yang dimaksud dengan model pembelajaran?
2) Apa
saja model mengajar IPS ?
3) Apa
saja masalah model pembelajaran IPS di sekolah dasar ?
4) Bagaimana
cara mengatasi masalah model pembelajaran IPS ?
C. Tujuan penulisan
1) Untuk
menjelaskan model mengajar IPS
2) Untuk
mengetahui apa saja permasalahan model pembelajaran pendidikan IPS di SD.
3) Untuk
mengatasi permasalahan model pembelajaran IPS si SD
4) Untuk
memenuhi tugas pendidikan IPS di SD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian model pembelajaran
Istilah “model” dapat
dipahami sebagai suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan sesuatu kegiatan. Selain itu, istilah “model” dapat juga dipahami
sebagai suatu barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya. Sedangkan
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan sesuatu kegiatan belajar dan mengajar (Winataputra, 2001). Secara
bebas dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran.
Adapun menurut
Sarifudin (Wahab, Azis, 1990: 1) yang dimaksud dengan ‘model belajar mengajar’
adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang terorganisasikan
secara sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar”. Dengan demikian, model belajar-mengajar khususnya dapat diartikan
sebagai satuan cara, yang berisi prosedur, langkah teknis yang harus dilakukan
dalam mendekati sasaran proses dan hasil belajar hingga mencapai
efektifitasnya, menurut kesesuaian dengan setting waktu, tempat dan subjek
ajarnya.
B. Macam – macam model mengajar
1. Model
Kooperatif
Pelaksanaan
pembelajaran kooperatif merupakan langkah implementasi dari rencana
pembelajaran kooperatif, berisi rincian dari prosedur pembelajaran. Sama dengan
pada prosedur ada empat langkah utama yang merupakan sintaks dari model
pembelajaran kooperatif hasil pengembangan, yaitu langkah: orientasi,
eksplorasi, pendalaman dan penyimpulan. Langkah Orientasi atau kegiatan awal
pembelajaran merupakan langkah untuk mendorong kelas memusatkan perhatian
terhadap pembelajaran; Langkah Eksplorasi atau kegiatan inti pertama, merupakan
langkah untuk mengajak dan mendorong siswa untuk mencari dan menemukan fakta,
pengetahuan, masalah dan pemecahan; Langkah Pemantapan atau kegiatan inti
kedua, merupakan langkah untuk memperdalam, memperluas, memantapkan, memperkuat
penguasaan materi dan kemampuan yang telah dicapai pada langkah eksplorasi; dan
Langkah Penyimpulan atau kegiatan akhir pembelajaran, merupakan langkah untuk
menyimpulkan atau merangkumkan.
2. Model
Inkuiri
a. Makna
Pembelajaran Inkuiri
Model inkuiri adalah
salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada pengembangan kemampuan
siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah salah satu
model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan pada berbagai
jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan
inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan
dasar bahwa dalam model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan
mendapatkan informasi melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada
hakekatnya merupakan penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun
dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong
mengemukakan bahwa model tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses
pembelajaran Social Studies (Savage and Amstrong, 1996). Pengembangan strategi
pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sanagt sesuai dengan karakteristik
materil pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan mengembangkan
tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota
masyarakat dan warganegara.
b. Langkah-langkah
Inkuiri
Langkah-langkah yang
harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak berbeda jauh dengan
langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John Dewey dalam
bukunya “How We Think”. Langkah-langkah tersebut antara lain:
· Langkah
pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan
dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
· Langkah
kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan
sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah
diajukan.
· Langkah
ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam
forum diskusi kelas untuk mendapat tanggapan.
· Langkah
keempat exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam
pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis
tersebut.
· Langkah
kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau
pengujian bagi hipotesa tersebut.
· Langkah
keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap
mengambil kesimpulan pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980).
3. Model
Pembelajaran VCT
a. Makna
Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu
teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai.
Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan
sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai
tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi
untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai;
b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang
positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau
pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang
rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri
(1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa
tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum
untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
b. Langkah
Pembelajaran Model VCT
Berkenaan dengan teknik pembelajaran
nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara,antara lain:
1) Teknik
evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation). Dalam
teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau
tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk
perbaikandan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
a) Menentukan
tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
b) Guru
bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
c) Peserta
didik merespon pernyataan guru
d) Tanya
jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan
yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi
tersebut.
2) Teknik
Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan guru gengan
bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya
antara lain:
a) Memilih
satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
b) Siswa
dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan
kode,misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
c) Hasil
kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk
memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
3) Teknik
menarik dan memberikan percontohan
Dalam teknik menarik dan memberi
percontohan (example of axamplary behavior), guru membarikan dan meminta
contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupanmasyarakat luas,
kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
4) Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan
kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan
sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dansebagainya.
5) Teknik
tanya-jawab
Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu
masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif
menjawab atau mengemukakan pendapatpikirannya.
6) Teknik
menilai suatu bahan tulisan dibuat guru.
Dalam hal inipeserta didik diminta memberikan
tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk,benar – tidak-benar,
adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisansedangkan
guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu
dibahasbersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.
7) Teknik
mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan
model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
4. Pendekatan
ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
a. Kebermaknaan
Model Pendekatan ITM
Pendekatan ITM (Ilmu,
Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (Science-Technology-Society)
muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih
pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya
dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah
pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan
lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari
informasi untuk meemcahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan
kesehariannya.
Pendekatan ITM
menekankan pad aktivitas peserta didik melalui penggunaan keterampilanproses
dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti; melakukan kegiatan pengumpulan
data, menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara dengan
masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena itu, permasalahan
tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu
dan teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran
tersebut peserta didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan
berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan
masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan
ITM dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok
pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar
memiliki kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil
keputusan sebagai warga negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d)
mengingat sejarah perjuangan dan peradaban luhur bangsanya.
b. Langkah
Pendekatan ITM
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM
antara lain:
1) Menekankan
pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki
sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
2) Peserta
didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
3) Pola
pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan
pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih
peserta didik berfikir tingkat tinggi.
4) Peserta
didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan
cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
5) Masalah-masalah
aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik guna
menghindari terjadi kesalahan konsep.
6) Pemilihan
tema-tema didasarakan urutan integratif.
7) Tema
pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
c. Tahapan
Metode Pendekatan ITM
1) Tahap
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap
pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan dengan nilai. Peserta didik
dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan pengamatan langsung. Eksplorasi
dilakukan guna membuktikan konsep awal yang mereka miliki dengan konsep ilmiah.
2) Tahap
Penjelasan dan Solusi
Dari data yang telah terkumpul
berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik mampu memberikan solusi
sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan. Peserta didik didorong
untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan argumen dengan tepat,
membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat
puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya.
3) Tahap
Pengambilan Tindakan
Peserta didik dapat membuat keputusan
atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan akibat-akibatnya dengan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya. Berdasar
pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya, mereka dapat bermain
peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan untuk
mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.
4) Diskusi
dan Penjelasan
Berikutnya guru dan peserta didik
melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui tahapan sebagai berikut:
· Masing-masing
kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya.
· Guru
memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan
atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya.
· Guru
bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka
diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan
eksplorasi.
· Guru
membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek
yang dipelajari tentang alam lingkungannya.
5) Tahap
Pengembangan dan Aplikasi Konsep
· Guru
bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
· Guru
dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka
tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah
ditemukan.
6) Tahap
Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, guru
memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan yang
terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan pertanyaan
pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri tentang
keadaan kedua lingkungan tersebut.
7) Kegiatan
Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan
penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik dari seluruh rangkaian
pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan pesan moral.
5. Model
Role Playing
a. Kebermaknaan
Penggunaan Model Role Playing
Role Playing adalah salah satu model
pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar peserta didik, terutama
dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya.
Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model pendekatan
lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif
makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109)
antara lain :
1) untuk
menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan.
2) agar
memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya;
3) untuk
mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu;
4) sebagai
penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan;
5) sebagai
alat diagnosa keadaan;
6) ke
arah pembentukan konsep secara mandiri;
7) menggali
peran-peran dari pada dalam suatu kehidupan/kejadian/keadaan, menggali dan
meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan budaya dalam kehidupan;
8) membantu
siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola berpikir, berbuat dan
keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri;
9) membina
siswa dalam kemampuan memecahakan masalah.
b. Langkah-langkah
Role Playing
Adapun langkah-langkahnya, Djahiri
(1978: 109) mengangkat urutan teknis yang dikembangkan Shaftel yang terdiri
dari 9 langkah berikut.
1)
Penjelasan umum
a) Mencari
atau mengemukakan permasalahan (oleh guru atau bersama siswa).
b) Memperjelas
masalah/ topik tersebut (guru).
c) Mencari
bahan-bahan, keterangan atau penjelasan lebih lanjut, dengan menunjukan
sumbernya (guru & siswa).
d) Menjelaskan
tujuan, makna dari role playing.
2)
Memilih para pelaku
a) Menganalisis
peran yang harus dimainkan (guru bersama siswa).
b) Memilih
para pelakunya (dibantu guru).
3)
Menentukan Observer
a) Menentukan
observer dan menjelaskan tugas dan peranannya (guru & siswa).
4)
Menentukan jalan cerita.
a) Bariskan
jalan ceritanya.
b) Tegaskan
peran-peran yang ada didalamnya.
c) Berikut
gambaran situasi keadaan cerita tersebut (guru + siswa).
5)
Pelaksanaan (bermain)
a) Mulai
melakonkan permainan tersebut
b) Menjaga
agar setiap peran berjalan.
c) Jagalah
agar babakan-babakan terlihat jelas.
6)
Diskusi dan permainan
a) Telaah
setiap peran, posisi, dan permainan.
b) Diskusikan
hal tersebut berikut saran perbaikannya.
c) Siapkan
permainan ulangan.
7)
Permainan ulang dan diskusi serta
penelaahan
a) Seperti
sub 5 dan sub 6
8)
Mempertukarkan pikiran, pengalaman dan
membuat kesimpulan
a) Setiap
pelaku mengemukakan pengalaman, perasaan dan pendapatnya.
b) Observer
mengemukakan penilaian pendapatnya.
c) Siswa
dan guru membuat kesimpulan dan merangkainya dengan topik / konsep yang sedang
dipelajarinya.
6. Model
Portofolio
a. Makna
Pembelajaran Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai
dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian (Assesment) yang berbasis
produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat
atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’
(portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen
otentik terhadap kinerja peserta didik. Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16)
menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya terpilih kelas/siswa secara
keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk
membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran
berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan
kepada peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah
yang digunakan dalam proses politik” kewarganegaraan / kemasyarakatan.
b. Langkah-langkah
Penbelajaran Portofolio
Secara teknis pendekatan portofolio
dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke dalam beberapa kelompok,
lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan keperluannya.
Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab
masing-masing, antara lain:
1) Kelompok
portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini bertanggung
jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam
kelas.
2) Kelompok
portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan
kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah.
3) Kelompok
portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas, dalam
tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik
tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan
pembenaran terhadap kebijakan tersebut.
4) Kelompok
portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat)
dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini
bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan
bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima
kebijakan yang didukung oleh kelas.ang apa yang telah dipelajari.
Pada saat itu juga siswa yang belajar
dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer
group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
Pada MPCL, guru bukan lagi berperan
sebagai satu-satunya nara sumber dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediator,
stabilisator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam
suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi
siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang
dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai
bekal dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar
siswa akan semakin meningkat
7. Metode
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem
solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan
melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah
investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
8. TGT
(Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara
mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda.
Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja
individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta
tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan
sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka,
ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil
kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa
dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah
UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat
kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan
mekanisme kegiatan
b. Siapkan
meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa
yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari
tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya
paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil
kesepakatan kelompok.
c. Selanjutnya
adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah
disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal
3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa
dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus
skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesuai dengan skor yang
diperolehnaya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping,
pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.),
dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan
gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula
untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah
selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.
9. Metode
Debat
Metode debat merupakan
salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan
akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat
orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua
orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang
ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan
kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat
mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi
tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar
semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap
model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan
mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung
(interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan
dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan
peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran
tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat
(recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material
manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses
belajar.
10. VAK
(Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa
pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas,
dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan
melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada
SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
11. NHT
(Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari
pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan
tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk
tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa,
tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja
kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas
masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor
perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
12. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk
pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan,
informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang
terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap
anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan
belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga
terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial
pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
13. TPS
(Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe
koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan
kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan
sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual,
buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
14. GI
(Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks:
Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan
pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di
luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di
dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan
staf sekolah), pengoalahan data penyajian data hasil investigasi, presentasi,
kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan
reward.
15. MEA
(Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi
dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi
dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi
sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub
masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
16. Model
Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen
kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
Ø Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll). Guru menyajikan pelajaran.
Ø Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota
yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
Ø Guru
memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
Ø Memberi
evaluasi.
17. Talking
Stick
Sintak pembelajana ini adalah: guru
menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada
wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa
yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad
siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing
kesimpulan-refleksi-evaluasi.
Sintaknya adalah: Informasi materi
secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas
materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan
pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara
bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
18. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah
pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya
menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan
pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari.
Selanjutnya siswa memngkonstruksiu
konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan
baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses
tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa
mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari
prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab.
Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk
mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai
dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan
tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa,
bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia
sedang belajar, ia telah berpartisipasi.
C. Masalah model pembelajaran IPS di
sekolah dasar
Dalam model pembelajaran menggunakan
model pembelajaran memiliki banyak kendala,antaara lain:
· Terbatasnya
alat-alat laboratorium yang menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta
akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut. Jika hal ini tidak
segera diatasi maka akan banyak siswa yang tidak paham dan hanya menimpulkan
sesuatu yang mereka bayangkan tanpafakta dan bukti yang nyata.
· Selain
itu penggunaan model model pembelajaran juga memerlukan alokasi waktu yang
lebih panjang, dan alokasi waktu dalam KBM di SD hanya 1 x 35 menit saja,
sedangakan kebanyakan model pembelajaran ini memerlukan waktu yang banyak.
· Hal
lain yang menjadi kendala dalam model pembelajaran adalah terdapatnya siswa
yang malas dalam satu kelas, karena siswa yang malas dapat menulari teman –
temannya.
· Dalam
menggunakan medote pembelajaran tentunya membutuhkan banyak dana.
· Terdapat
banyak cakupan materi dalam pembelajaran IPS dan tidak semua materi pelajaran
dapat diterapkan dengan model pembelajaran.
· Kecenderungan
siswa bila hanya dijelaskan oleh guru,banyak siswa yang pasif dan hanya
beberapa yang aktif.
· Kesukaan
masing – masing siswa sangat berbeda, kendala hal ini dapat dicontohkan dengan
perbedaan jenis kelamin ( laki laki, perempuan ).
D. Cara menyelesaikan masalah metode
pembeljaran IPS
· Guru
beserta staf pendidik harus memikirkan solusi yang terbaik untuk mengatasi
kendala yang ada dalam masalah ketersediaan alat laboratorium, dengan
menggunakan alokasi dana BOS, atau dengan menggunakan model pembelajaran agar
siswa tidak keliru dalam menyimpulkan masalah.
· Guru
harus sudah benar- benar matang dalam menyusun model pembelajaran yang akan di
terapkan agar alokasi waktu yang disediakan dapat berguna maksimal, dan
memenuhi KMB.
· Untuk
mengatasi siswa yang malas dalam belajar guru harus melakukan pendekatan yang
khusus.
· Guru
yang memiliki inovasi yang kreatif dan imajinatif akan menggunakan bahan yang
ada disekitar untuk bisa dimanfaatkan dalam model pembelajaran, sehingga tidak
memakan dana yang banyak.
· Jika
ada cakupan materi yang tidak bisa dimuat dalam model pembelajaran, makan guru
sebaiknya menggunakan cara yang lebih sederhana agar mampu menarik minat siswa
dalam belajar, dan siswa dapat memahami semua materi.
· Dalam
penggunaan metode belajar guru sebaiknya menyuruh beberapa siswa untuk dapat
mempraktekan hail belajar, agar siswa benar- benar mengerti.
· Dalam
memilih metode belajar guru bisa terlebih daluhu meminta saran pada siswa dan
bertanya kesukaan siswa, agar terciptanya hubungan yang baik.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Adapun
model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di
SD adalah :
a.
Model Inkuiri
b.
Model Pembelajaran VCT
c.
Model Bermain Peta
d.
Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
e.
Model Role Playing
2.
Saran
Sejumlah model pendekatan pembelajaran yang telah
dijelaskan diatas, masing-masing mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan
pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap pengembangannya, namun untuk
penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin berbeda. Oleh karena itu harus
dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu tidak sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Lamri
Ichas Hamid dan Tuti Istianti Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan Nilai dalam
Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional.
Comments
Post a Comment